Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Jakarta mengalami deflasi sebesar -0,10 persen (mtm) pada September 2024, setelah pada bulan sebelumnya mencatat inflasi sebesar 0,04 persen (mtm). Terjadinya deflasi terutama bersumber dari kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau serta Kelompok Transportasi.
Sementara itu, kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya serta Perlengkapan, Peralatan dan Pemeliharaan Rutin Rumah Tangga mengalami inflasi.
Secara tahunan, Jakarta mengalami inflasi sebesar 1,70 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya (1,98 persen, yoy). Inflasi tersebut juga masih terkendali dalam sasaran 2,5±1 persen dan lebih rendah dari inflasi Nasional (1,84 persen, yoy).
Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau kembali mengalami deflasi sebesar -0,59 persen (mtm), lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya (-0,36 persen mtm) sehingga menyumbang -0,11 persen terhadap inflasi Jakarta.
Deflasi pada kelompok ini terutama disebabkan oleh menurunnya harga pada komoditas cabai rawit, cabai merah, telur ayam ras, daging ayam ras dan bawang merah. Penurunan harga bawang merah seiring dengan masih berlangsungnya musim panen di daerah sentra.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta, Arlyana Abubakar mengatakan, penurunan harga cabai rawit, cabai merah, telur ayam ras, dan daging ayam ras didukung oleh relatif terjaganya pasokan.
Ia menyampaikan, kelompok Transportasi juga turut menjadi penyumbang deflasi Jakarta sebesar -0,02 persen dengan besaran deflasi -0,15 persen (mtm). Deflasi pada kelompok ini terutama disebabkan oleh penurunan harga bensin nonsubsidi pada September 2024.
Di sisi lain, meningkatnya tarif angkutan udara menjadi penahan deflasi lebih lanjut pada kelompok transportasi. Meskipun kelompok Makanan mengalami deflasi, masih terdapat komoditas yang mengalami kenaikan harga, yaitu beras dan kopi bubuk.
Arlyana menjelaskan, kenaikan harga beras terutama disebabkan oleh penurunan pasokan dari wilayah sentra seiring musim panen raya yang mulai berakhir.
“Kenaikan harga kopi bubuk didorong oleh harga kopi global yang meningkat dipengaruhi oleh kondisi cuaca panas dan kekeringan yang melanda sejumlah negara eksportir,” ujar Arlyana, Rabu (2/10).
Sementara itu, kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya menjadi penyumbang inflasi pada September 2024 dengan inflasi sebesar 0,34 persen (mtm) sehingga memberikan andil 0,02 persen terhadap inflasi Jakarta. Inflasi pada kelompok ini terutama didorong oleh meningkatnya harga sabun wajah dan lipstik.
Di sisi lain, penurunan harga emas perhiasan menahan kenaikan inflasi lebih lanjut pada kelompok ini. Adapun kelompok Perlengkapan, Peralatan dan Pemeliharaan Rutin Rumah Tangga mengalami inflasi sebesar 0,28 persen (mtm), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya (0,03 persen mtm) sehingga memberikan sumbangan sebesar 0,02 persen terhadap inflasi Jakarta. Peningkatan inflasi pada kelompok ini terutama didorong oleh meningkatnya upah asisten rumah tangga.
Arlyana menjelaskan, inflasi DKI Jakarta yang masih terkendali tentunya tidak terlepas dari sinergi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi DKI Jakarta yang semakin kuat.
Selama September 2024, TPID Provinsi DKI Jakarta telah melakukan berbagai kegiatan dalam rangka pengendalian inflasi, antara lain Pelaksanaan Festival Urban Farming diiringi dengan pemberian bantuan sarana dan prasarana kepada kelurahan-kelurahan di Jakarta dan Penandatanganan Kerja Sama Antar Daerah (KAD) antara Food Station dengan Perum Bulog Kanwil Sulselbar dan Pemerintah Kabupaten Serang dalam rangka mendukung ketersediaan beras di Jakarta.
Kegiatan pengendalian inflasinya lainnya yakni, panen bawang merah di wilayah sudin Jakarta Selatan, pelatihan diversifikasi olahan pangan ternak oleh Dinas KPKP Jakarta dalam rangka edukasi kepada masyarakat, serta Rapat Koordinasi TPID mingguan dalam rangka pemantauan stok dan harga.
Ia menambahkan, ke depan, sinergi TPID DKI Jakarta akan terus diperkuat untuk memastikan strategi 4K (Ketersediaan Pasokan, Keterjangkauan Harga, Kelancaran Distribusi dan Komunikasi Efektif) dapat berjalan baik dan efektif, utamanya melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).
“Dengan berbagai upaya sinergi dan kolaborasi tersebut, inflasi Jakarta diharapkan dapat tetap terkendali dalam sasarannya, yaitu 2,5±1 persen pada tahun 2024,” tandasnya.